Rabu, 27 Maret 2013

BUDAYA INDOENSIA / AKSARA JAWA

Aksara Jawa

AKSARA JAWA
HANCARAKA ATAU CARAKAN
Aksara Jawa (kadang disebut Hancaraka atau Carakan) adalah aksara yang dipakai atau pernah dipakai untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makasar, bahasa Sunda, dan bahsa Sasak. Aksara ini merupakan aksara jenis abugdia turunan dari aksara Brahmi, yang merupakan turunan dari aksara Assyiria. Bentuk aksara Jawa yang dikenal hari ini (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17). Urutan aksara Jawa dikenal unik, karena merangkai sebuah “cerita”: Hana Caraka (Terdapat Pengawal), Data Sawala (Berbeda Pendapat), Padha Jayanya (Sama kuat/hebatnya), Maga Bathanga (Keduanya mati).
Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf “utama” (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, 5 aksara swara (huruf vokal depan), 5 aksara rekan dan 5 pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tatapenulisan (pada).
Sepanjang sejarahnya, aksara Jawa telah berkembang dalam beberapa tahapan, yakni fase aksara Jawa-Hindu, aksara Jawa-Islam, aksara Jawa-Kolonial, dan aksara Jawa Modern. Dalam priode Aksara Jawa-Hindu, aksara Jawa mengikuti sistem Panini, yaitu mengikuti urutan ka-ga-nga (yang hari ini digunakan dalam Unicode aksara Jawa). Dalam susunan abjadnya, belum ada penggolongan serta pemisahan aksara murda, seperti yang dikenal hari ini dalam tiap susunan abjad Jawa. Selain itu, ditemukan juga sejumlah aksara yang keberadaannya wajib hadir untuk menuliskan kata-kata Jawa kuna.
Pada periode aksara Jawa-Islam, aksara Jawa berkembang pada dekade awal kedatangan Islam ke tanah Jawa, yakni di masa Jawa masih bebas dari dominasi politik pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, yang kurang lebih berlangsung pada era kesultanan Demak. Pada fase ini, aksara Jawa diurutkan menggunakan urutan ha-na-ca-ra-ka, yang disusun untuk mempermudah penghafalan, seperti yang telah disinggung di awal tulisan. Pada fase ini, pengertian aksara murda masih belum disamakan dengan huruf kapital, seperti halnya dalam tulisan Latin, namun sudah dipisahkan dari susunan huruf Jawa dasar. Pada fase ini juga, mulai digunakan aksara rekan untuk menyesuaikan penulisan kata-kata Arab yang mulai banyak dikenal seiring semakin masifnya dakwah Islam.
Pada priode aksara Jawa-Kolonilal, yakni pada zaman dominasi pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, diterbitkan tatatulisan aksara Jawa dengan ejaan Sriwedari, sebagai hasil dari lokakarya yang diselenggarakan di Sriwedari, Surakarta, pada 1926, dalam rangka menyeragamkan tatapenulisan aksara Jawa. Perbedaan yang paling jelas dalam fase ini adalah sebagian aksara murda sudah berubah fungsi sebagai huruf kapital, layaknya pada aksara Latin. Kemudian, perubahan lainnya adalah dikikisnya penggunaan taling-tarung pada bunyi /o/ (“o” Jawa). Sebagai dampak, misalnya penulisan “Ronggawarsita” menjadi “Ranggawarsita”.
Periode aksara Jawa-Modern, adalah periode perkembangan aksara Jawa sejak zaman kemerdekaan Indonesia hingga sekarang. Beberapa penanda dalam fase ini, yakni diterbitkannya buku Karti Basa oleh Kementrian Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada 1946, yang isinya mengenai pedoman penulisan kata, aksara, dan angka Jawa, serta tentang pedoman penulisan kata Jawa dengan huruf Latin. Penanda lain dalam fase ini adalah diselenggarakannya Kongres Bahasa Jawa I hingga III, pada 1991, 1996, dan 2001, yang masing-masing menghadirkan kebaruan dalam aksara Jawa. Pada Kongres Bahasa Jawa II, diterbitkan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tiga gubernur, yakni gubernur Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta, yang merupakan upaya penyelarasan tatacara penulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah di tiga provinsi tersebut.

Galeri Gambar

Lokasi

Jawa » Jawa Tengah
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1014/aksara-jawa#.UVOYF1-oBEM

BUDAYA INDONESIA / WAYANG KULIT

Wayang Kulit

Wayang kulit adalah salah satu kebudayaan Indonesia dari jaman dahulu kala. Wayang kulit.Wayang berasal dari kata Ma Hyang yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna bayangan, hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Wayang kulit sudah ada sejak jaman:
Wayang kulit Purwa pada jaman Mataram
Wayang kulit Purwa Pada jaman Kerajaan Kertasura Hadiningrat
Wayang kulit Purwa Pada jaman Kerajaan Surakarta Hadiningrat

Berikut adalah Nama-nama dari tokoh perwayangan yang ada diindonesia:
  • Kayon Gapuran
  • Kayon Kecil
  • Burung Jatayu
  • Kereta Kencana
  • Hanuman/Hanoman
  • Batara Kala
  • Kala Barasrewu
  • Kala Bendana
  • Kapi Cucak Rawun
  • Anggada
  • Hanila
  • Sugriwa
  • Subali
  • MegaNanda/Indrajid
  • Prabu Rahwana
  • Kumba Karina
  • Buta Patih
  • Resi Jamadagni
  • Prabu Rama Wijaya
  • Prabu Sri Harjuna Sasrabahu
  • Raden Sumantri
  • Sukrasana
  • Sang Hyang Wenang
  • Sang Hyang MAnikmaya
  • Bathari Durga
  • Sang Hyang Bayu
  • Tugu Weseba
  • Bethara Kamajaya
  • Prabu Puntadewa
  • Raden Brathasena
  • Raden Werkudara
  • Raden Harjuna
  • Raden Permadi
  • Raden Antareja
  • Raden Gathutkaca
  • Semar
  • Nala Gareng
  • Petruk
  • Bagong
  • Raden Angka Wijaya
  • Prabu Bomanarakasuma
  • Prabu Duryugana
  • Prabu Baladewa
  • Raden Kakrasana
  • Raden Wisatha
  • Dewi Setyawati
  • Dewi Sembadra
  • Dewi Drupadi
  • Bethari Uma
  • Dewi Arimbi
  • Dewi Antiwati
  • Dewi Wilutama
  • Dewi Kunthi
  • Dewi Bratajaya
  • Dewi Utari
  • Dewi Jembawati
  • Dewi Kausalya
  • Dewi Rukmini
  • Dewi Setyaboma
  • Dewi Surtikanthi
  • Dewi Mustakaweni
  • Dewi Larasati
  • Dewi Lesmanawati
  • Dewi Srikandhi
  • Dewi Banowati
  • Dewi Trijatha
  • Raden Setyaki
  • Raden Burisrawa
  • Ditwa Janggi Sranna
  • Buta Cakil

Galeri Gambar

Lokasi

Jawa » DI Yogyakarta » Kota Yogyakarta
sumber: http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/823/wayang-kulit#.UVOXUF-oBEM

BUDAYA INDONESIA/Gamelan Sunda

Gamelan Sunda

Secara etimologis, gamelan berasala dari bahasa Jawa, yaitu gamel yang berarti memukul atau memainkan. Gamelan Sunda berkembang di pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat. Gamelan merupakan salah satu ensambel musik tradisonal yang paling populer dan dikagumi oleh warga Internasional. Gamelan sering digunakan sebagai musik pengiring pada kesenian tradisional wayang,  upacara adat, dan berbagai ritual. Satu perangkat gamelan paling tidak terdiri dari saron, gambang, panerus, suling degung, rebab, kecapi, bonang, kulanter,kendang,  jengglong, dan goong.
Dari segi irama, gamelan Sunda dapat dibedakan dengan gamelan Bali dan gamelan Jawa. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih merdu dengan tempo lambat, berbanding terbaik dengan gamelan Bali yang cenderung rancak. Gamelan Sunda didominasi oleh suara suling atau rebab, sehingga lebih berkesan mendayu-dayu.
Tidak ada yang menyebutkan kapan tepatnya gamelan masuk ke tanah Sunda, tetapi tanda-tanda adanya kesenian ini di tatar Sunda dijelaskan dalam naskah Sang Hyang Siksa Kanda Ng Karesian, bahwa kesenian ini mulai masuk pada abad 16. Dalam naskah tersebut, dijelaskan bahwa pada waktu itu pemain gamelan disebut Kumbang Gending, dan ahli karawitan disebut Paraguna. Naskah Sewaka Darma menyebutkan bahwa gamelan sunda disebut juga Gangsa.
Mulanya, gamelan sunda hanya terdiri atas bonang, saron panjang, jenglong, dan goong. Kemudian penambahan-penambahan waditra terjadi sesuai dengan kebutuhan musikal, misalnya penambahan kendang, suling, dan rebab.
Bupati Cianjur, RT Wiranatakusumah V (1912—1920) sempat melarang permainan gamelan yang disertai dengan nyanyian, karena membuat suasana menjadi kurang khidmat. Setelah diangkat menjadi bupati Bandung pada tahun 1920, beliau memboyong gamelan dari pendopo Cianjur ke pendopo Bandung, berikut para nayaga. Gamelan bernama Pamagersari ini memukau saudagar Pasar Baru Bandung keturunan Palembang, bernama  Anang Thayib. Ia tertarik menggunakannya dalam acara hajatan dan memohon ijin pada Bupati sekaligus sahabatnya itu. Sejak itu, degung digunakan untuk perhelatan umum.
Terdapat tiga jenis gamelan yang berkembang di tanah Sunda, antara lain gamelan renteng, gamelan salendro atau pelog, dan gamelan ketuk tilu. Gamelan salendro biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang, tari-tarian, kliningan, dll. Sehingga gamelan salendro menjadi gamelan yang poluler diantara jenis gamelan yang lain.
Gamelan Renteng berkembang di beberapa tempat, salah satunya di Batu Karut, Cikalong. melihat bentuk dan interval gamelan renteng, ada pendapat bahwa kemungkinan besar gamelan sunda yang sekarang berkembang bermula dari gamelan renteng. Adapun Gamelan Ketuk Tilu biasanya dipakai untuk mengiringi kesenian ketuk tilu, ronggeng gunung, ronggeng ketuk, doger, dan topeng banjet.

Galeri Gambar

Budaya Terkait


Senin, 28 Januari 2013

FRIENDSHIP NEVER END

Salam hangat untuk semua temanteman saya dimanapun berada :)

Saya ingin bercerita tentang PERSAHABATAN. Sejatinya manusia tidak akan pernah sanggup/mampu hidup sendiri, karna memang manusia adalah makhluk SOSIAL yang harus hidup berdampingan dengan satu sama lain.
Entah kenapa akhir-akhir ini saya agak merasakan kerenggangan antara saya dengan sahabat saya yang lalu lalu. atau memang saya yang egois atau memang mereka yang sudah tidak perlu lagi akan hadirnya saya dikehidupan merka?
Layaknya berumah tangga, PERSAHABATAN juga sering mendapat UJIAN dengan rekan atau teman yang satu dengan yang lainnya. akan tetapi jika saya dihadapkan dengan masalah itu mungkin saya tidak akan banyak bicara atau lebih tepatnya agak menjaga jarak untuk beberapa waktu saja.
Sebetulnya saya ingin PERSAHABATAN saya langgeng seperti TOM AND JERRY haha...
Ya semoga saja PERSAHABATAN saya secepatnya akan kembali langgeng O:) amin..............